Minggu, 19 Februari 2017

0 Sejarah Tarekat Chisytiyah

Tarekat chisytiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di asia selatan. asal-usul tarekat ini dapat di lacak hingga abat ke-3 H./9 M., di kota Chist-dari kata inilah tarekat itu menamakan diri yang dalam wilayah afganistan modern terletak beberapa ratus kilometer di timur harat. Tarekat ini menyebar ke seluruh kawasan india, Pakistan, dan Bangladesh. Namun tarekat ini hanya terkenal di india saja. Cabang-cabang lainya yang sempat menyebar ke transoxiana dan khurasan tidak dapat bertahan lama.
Chisytiyah memiliki silsilah spiritual yang jejaknya dapat ditelusuri sampai kepada hasan al-basri (21-110 H./642-728 M.). mereka menyakini bahwa hasan merupakan murid ali ibn abi tholib, sebuah klaim yang validitasnya mereka temukan secara spiritual. Kemudian, mereka memberikan tempat terhormat  dalam silsilah mereka terhadap abu said ibn abi al-khair (357-440 H./967-1049 M.), yang lahir dan meninggal di maihan (sekarang menjadi mana, dekat sarakhs), tetapi hidup dalam jangkah waktu yang lama di nishapur.latihan asketik yang keras di praktikkan sejumlah pengikut Chisytiyah. Seperti mengantung diri di di sumur dengan kepala beradah di di bawah, ajaranya memberikan inspirasi kepada pengikutnya agar setia terhadap mursyid (pembimbing spiritual) tanpa banyak bertanya, mengeletak tak berdaya di hadapanya, melakukan penyangkalan diri, serta melayani keperluan orang lain.
Di india pendiri tarekat ini bernama khawajah  mu’in al-din hasan. Informasi mengenai awal kehidupanya tidak diketahui. Berdasarkan tangal kematianya yaitu 6 rajab 633 H./16 maret 1236 M., Di hitung dari usianya yang di kenal sampai 97 tahun, maka ia bias di pastikan lahir pada 536 H./1141 M. di sistan. Ketika ayahnya meningal du dunia ia berusia 50 tahun. Khawajah mewarisi sebuah tana dan kincir air di pengilingan, tetapi dia meningalkan itu semua demi hidup yang di ingginkanya yaitu mengembara dan mencari ilmu. Di harwan, daerah bagian Nishapur, ia menjadi murid khawajah utsman harwani.mursyd paling terkemuka chisytiyah pada waktu itu. Selama 20 tahun ia menemaninya mengembara ke berbagai wilayah sampai ia mengembara seorang diri. Di bahdad, ia mengunjungi syekh Abdul Qadir al-jailani, seorang pendiri tarekat qodiriyyah, serta sufi-sufi yang terkemuka lainya. Kemudian ia meningalkan bahdad, melalui irak dan iran, lalu tiba di wilayah ghazni pada usia 52 tahun. Di sana dia berjumpa kembali dengan mursyd khawajah yang menyuruhnya kembali ke india. Di Negara ini tasawuf telah mapan dan kokoh terutama di Punjab dan sind.
Dia pun meningalkan Ghasni dan menuju ke india, lalu ke Lahore, kemudian ke Delhi. Blakangan ia pindah ke Ajmer, yang telah di taklukan oleh kesultanan delhi pada 592 H./1195-96 M. dan memiliki gubenur muslim. Untuk seterusnya ia menetap di Ajmer. Kehidupanya yang sederhana dan asketik menjadi inspirasi bagi para serdadu muslim turki dan kaum Hindu mualaf. Sekitar 606 H./1209-10 M., khawajah menikah dengan anak perempuan anak dari gubenur local. Ia juga menikahi putri seorang bangsawan hindu yang menjadi tahanan perang.
Ulama zaman berikutnya menceritakan keajaiban-keajaiban yang di lakukan oleh khawarij ketika di ajmer. Para akademisi modern pun menyakini bahwa ia memberantas praktek hindu tanpa ampun, serta melakukan islamisasi penganut hindu dalam jumlah yang besar. Namun, karakter dan ucapan khawarij di ketahui tidak mendukung legenda yang berkisah tentang sejarah kehidupanya tersebut. Ia menuliskan aturan kehidupan spiritual sebagai berikut.
1.      Tidak boleh mencari uang.
2.      Tidak boleh meminjam uang pada siapapun.
3.      Tidak boleh mengungkapkan atau meminta tolong kepada siapapu, sekalipun belum makan selama 7 hari.
4.      Jika mendapat kelebihan makanan, uang, padi-padian, atau pakaian, hanya boleh di simpan sampai hari berikutnya.
5.      Tidak boleh mencelah orang lain; jika teraniyaya, berdoa kepada tuhan agar memberikan petunjuk kepada orang yang telah menganiyaya kita agar ditunjukan jalan yang benar.
6.      Jika melakukan perbuatan terpuji maka harus menyadari bahwa sumber kebaikan adalah mursyd sebagai perantara nabi dan rahmat tuhan.
7.      Jika melakukan perbuatan dosa, harus menyadari bahwa dirinya bertangung jawab atas dan berlindung dari perbuatan tersebut, dia harus berhati-hati dalam mengerjakan berbagai hal yang dapat menimbulkan dosa karna takut tuhan.
8.      Setelah memenuhi semua tuntutan di atas, harus berpuasa secara teratur dan melakukan sholat malam.
9.      Menyedikitkan bicara dan hanya membuka mulut jika memang keadaan menuntut hal tersebut. Syariat melarang berbicara berlebihan atau berdiam diri secara mutlak. Seorang harus mengucapkan kata-kata yang membuat tuhan senang.
Ajaran khawajah menjelma menjadi fondasi struktur utama kehidupan chisytiyah sekalipun penyesuaianya dan pengondifikasianya menyesuaikan waktu.
Selama hidupnya, khawajah mu’in al-din memiliki hubungan-hubungan erat dengan syekh hamid al-din shufi (w. 673 H./1274 M.) dia salah seorang murid yang menjadikan pedesaan di sekitar nagawr, rajashtan sebagai pusat kegiatanya. Murid khawajah mu’in al-din yang lain, khawajah quthb al-din bahtiar kaki,bermukim di delhi, dan pada saat itu sultan syams al-din iltutmisy (606-633 H./1211-1236 M.) amat memuliakan dirinya. Ia menetap di Baghdad dan memilih untuk menjadi murid dari khawarij, meskipun syeekh terkenal dari tarekat suhrawardiyyah dan tarekat kubrawiyyah bermukim pula di kota itu. Setelah meningalkan Baghdad, quthb al-din berkelana dalam waktu yang lama dan tiba di delhi sekitar 618 H./1221 M. di sana, ia menjadi seorang yang amat terkenal. Para ulama fikih gagal mempengaruhi sultan syams al din iltutmisy untuk menghentikan persaudaraan sama atau kegiatan audisi tasawuf yang mengunakan music dan tari-tarian. Dan pada 14 rabiul awal 633 H./27 november 1235 M.
Pewaris khawajah Quthb al-din adalah syekh farid al-din mas’ud, di lahirkan di kahtwal, dekat multan, pada 571 H./1175-76 M. ia di besarkan dengan pendidikan pesantren lokal, tetapi pengaruh terbesar didapat dari kehidupan ibunya sendiri yang hidup dengan amat salehah setelah menjadi murid Quthb al-din, ia menjalankan praktek asketik yang amat keras. Ia berdoa selama empat puluh malam tanpa henti, dengan ritual yang sudah di jelaskan di atas yaitu dengan mengantungkan diri di sumur. Untuk waktu yang lama, ia bermukim di hansi,distrik hisar, delhi bagian barat, tetapi menetap di ajobhan, dan meningal dunia pada tanggal 5 muharam 664 H./17 oktober 1265 M. baba farid berhubungan dengan berbagai segmen masyarakat.
Penerus dari baba farid adalah syekh nizham al-din auliyah’, ia menetap di delhi sampai ajal menjemputnya pada 18 rabi al-tsani 725 H./3 April 1325 M., memperkuat ajaran chisytiyah di utara india. Tarekat ini pun di perkenalkan di deccan selama masa hidupnya. Sang syekh memiliki pemahaman yang mendalam tentang watak dasar manusia berdasarkanpengalamanya dalam berinteraksi dengan berbagai tipe manusia. Para tamu kebanyakan lebih dari sekedar puas mendengar nasihat-nasehatnya. Dia berjasa amat besar bagi orang-orang yang meminta bantuan kepadanya, bahkan para ulamak fikih yang membenci para sufi di buat terhenyak dalam percakapan bersama dirinya. Dia di kenal sangat ahli dalam pengajaran tasawuf dengan mengunaka anekdod-anekdod.
Murid utama syekh Nizham al-Din Auliya’ adalah Amir Khusraw. Ia dilahirkan pada 651 H./1253 M. di patyali, sekitar 150 kilometer dari delhi dan keluarga administrator terkemuka dan pejuang. Tapi sebenarnya di sangat berminat terhadap penulisan syair. Ia sudah menggubah komposisi pertanyaan pada usia delapan tahun. Amir khusraw menulis matsnawi yang bersifat kesejaraan dan melahirkan ghazal dalam kuantitas yang menajubkan. Ia juga seorang composer sejumlah jenis dan melodi music serta di kenal sebagai musisi piawai. Kematianmursyid-nya amat mengejutkan jiwanya secara mendalam sehingga ia hanya dapat bertahan hidup selama enam bulan berikutnya.
Syekh nizam al-din auliya’ memiliki seorang pewaris spiritual, syekh Nashir al-din dari Awadh, atau yang terkenal sebagai Chirag atau ‘’lentera’’ kota delhi. Sultan Muhammad ibn Tughuq (725-752 H./1325-1351 M.) memaksa nashir al-din bersama murid-muridnya yang terkenal untuk membatukelancaran pemerintahan dalam rancangan yang berlebihan demi meningkatkan popularitas pribadi. Mereka menolak untuk menaati sehingga mereka mendapatkan perlakuan keras. Sebagaian diantaranya memilih untuk meningalkan delhi menuju ke devagiri dan pada waktu itu sultan sudah menyiapkan tempat tinggal kedua untuknya.beliau mengembuskan napas terakhir pada 18 ramadhan 757 H./14 september 1356 M.
Pada waktu itu murid dari baba farid dan syekh nizam al-din auliyah telah banyak mendirikan perguruan chistiyah. Yang terpenting diantaranya adalah perguruan shabiriyah di kaliyar, saranpur, bagian timur delhi, yang didirikan oeh ala’ al-din ali ibnu ahmad shabir (w. 691 H./1291 M.),seorang murid baba farid. Penerusnya mendirikan cabang di lanipat, rudawali dan gangoh. Ahmad abdul al-haqq (w. 944 H./1537 M.), amat terkenal di rudawali. Ia mempopulerkan ajaran baba farid dalam dalam puisi berdialek lokal. Hal ini kemudian di sempurnakan oleh syekh abd al-quddus gangohi (w. 944 H./1537 M.) yang merupakan tokoh yang amat terkemuka dalam tarekat ini. Kartanya, rusyd-namah, menulis beberapa karya dengan bahasa hindi dan diteruskan oleh ara penerusnya dengan komposisi sebaik yang di tulis sendiridalam jumlah besar. Mereka mengarisbawahi kemiripan yang terdapat antara chisytyah dan ajaran that yogi. Penerus yang terpenting syekh abd al-quddus gangohi adalah syekh muhhib allah shadpuri dari allahabab (w. 1058 H./1648 M.). ia jelas –jelas penapsir ajaran wahdat al-wujudibn arabi yang sangat mumpuni dalam tarekat chisytiyah.
Murid-murid syekh nizam al-din auliya mendirikan peguruan chisytiyah di jawnpuni, malwa, Gujarat, dan deccan. Syekh siraj al din (w. 759 H./1357 M.) menjadikan gawr, daerah di Bengal, sebagai pusat kegiatanya. Nur qutbhi alam (w.813 H./1410 M.). dari pandawa adalah seorang sufi terkemuka dari cabang peguruan ini. Di Dawlatabad, pusat kegiatan chisytiyah didirikan oleh syekh burhan al-din. Beiau membuat penguasa lokal dinasti khandesh amat terpesona sehigah menanamkan darah tersebut dengan namanya, burhanpur.
Namun, sufi terkemuka di deccan adalah penerus syekh nashir al-din chiragh dihlawi, yakni sayyid Muhammad ibn yusuf al-husini, (w. 815 H./1422 M.) setelah perisiwa pembantaian masal di delhi pada 801 H./1398 M. oleh timur lenk, gisu daraz meninggalkan tempat pemukimanya semula dan tingal di Gujarat, kemudian dari sana ia berangkat ke deccan. Sekitar 815 H./1412-13 M., ia tiba di gulbargadi ujung usianya yang ke Sembilan puluh tahun. Ia hanya bertahan sepuluh tahun kemudian, tetapi ia dapat mengukuhkan cabang chisytiyah di sana. Ia merupakan penulis puisi dan pengarang yang sangat produktif. Menjelang akhir hayatnya, ia meninggalkan skema spiritual ibn arabi yang sejak lama menjadi pedomanya dan beralih menjadi pengikut spiritual syekh ala al-daulah simnani.
Di antara murid-murid syekh nizam al-din auliya, maulana syihab al-din menduduki status sebagai pemimpin. Murid pertama syekh syihab al-din, syekh rukn al-din, tidaklah di kenal luas, tetapi muridnya masud bakk merupakan ulama yang sangat di segani. Ia tidak ragu-ragu dalam menyampaikan gagasan-gagasanya yang bersumber dari konsep wahdat al-wujud dalam karya-karyanya. Salah satunya adalah diwan yang berjudul nur al-yaqin serta sebuah prosa yang berjudul mi’rat al-arifin  merupakan sumbangan yang pentng bagi literatur sufisme.
Sahabat yang sezaman denganya adalah sayyid Muhammad bin Husaini ibn jafar al-makki. Ia menampik posisi penting di pemerintahan, kemudia menjadi sufi pengembara, mengarungi Arabia, Persia, dan irak. Koleksi surat-suratnya yang sebagian bertahun 824 H./1421 M. dan 825 H./1422 M. membuktikan ketajamanya dalam dunia spiritual maupun duniawi. Dia percaya penekanan terhadap fikih yang berlebihan maka akan menjauhkan atau mengasingkanya dari imam yang sejati, layaknya seekor anjing yang terasing dari masjid.
Pada awal abad ke-12 H./18 M., cabang nizhamiyyah dari tarekat chisytiyah kembali marak sejak di pimpin oleh syekh kalim allah jahanabati (w. 1142 H./1729 M.). maulana fakhr al-din, putra muridnya, syekh nizam al-din, memimpin pusat kegiatan nizhamiyyah-chisytiyah di dehi sejak 1165 H./1751-52 M., hinggat tahun kematianya,1199 H./1751 M. ia berupaya merembeskan kehidupan spiritual yang seimbang di kota delhi, yang telah terkoyak oleh pertentangan sunni-syiah. Para muridnya membangun pusat kegiatan baru di Punjab, bareilly, dan rajashtan.
Secara garis besar ada empat masa kejayaan aktifitas tarekat chisytiyah ini di india :
1.      Masa kejayaan syekh mu’in al-din hasan chisyti, yaitu pada awal pendirian tarekat ini (597 H./1200 M.). hingga 757 H./1356 M.
2.      Masa penyebaran khanaqah di banyak provinsi di india (abad ke-8 H./14 M. dank e-9 H./15 M.)
3.      Masa pertumbuhan cabang sabiriyyah abad ke-9 H./15 M.
4.      Masa perkembangan cabang nizamiyyah abad ke-12 H./18 M.

Tarekat ini menyebar dengan cepat. Pada masa itu, banyak orang islam yang memeluk agama islam berkat kerja keras para wali chisyti. Khudbah-khutbah mereka yang sederhana sekaligus di iringi dengan tindakan yang nyata yang menunjukan rasa cinta yang mendalam terhadap Allah dan sesame manusia. Hal ini mampu mengundang simpatik orang-orang hindu, terutama mereka yang berasal dari kasta rendah. Anggota dari kasta yang lebih tinggi pun banyak yang terkesan. Kenyataan bahwa khanaqah chisytiyah menghindari diskriminasi antar murid dan menjalankan paham masyarakat tak berkelas ternyata berhasil menarik anggota baru kepada tarekat mereka. Mu’in al-din menyederhanakan paham ajaranya dalam tiga asas, yang mula-mula di susun oleh abu yazid al-busthami (w. 261 H./874 M.) yaitu bahwa seorang sufi harus memiliki ‘’kemurahan hati, watak yang halus, dan kerendahan hati’’. Meskipun di perbatasan india terkadang msih ada tentara muslim yang berbatasan dengan kaum ‘’kafir’’, namun islamisasi Negara india dicapai terutama dengan dakwa sufistik para ulama, bukan dengan pedang. Begitulah sejarah tarekat chisytiyah yang berkembang pesat di india.

Sabtu, 18 Februari 2017

0 CORETAN TANPA TITIK

Aku datang tanpa apa-apa
Aku datang tanpa isi

Bak selembar kertas
Ada di hadapan
Putih, bersih
Polos tanpa coretan

Diraihlah sebuah pena
Satu titik mulai terlihat
Sedikit demi sedikit
Goresan menjadi
Sebaris tulisan kata

Tak lama menjadi kalimat
Berubah menjadi prosa
Akhirnya sebuah cerita
Mulai bisa terbaca

Ku rangkai berbagai ide
Ku tulis segala kisah
Tentang kecantikan, kehebatan,
Dan kisah tentang kerajaan

Tak ayal, ternyata hanya
Sebuah reka cerita
Gambaran skenario

Membuat bangga akan Kewibawaan
Yang sebatas bayang-bayang
Tanpa kenyataan
Mimpi dalam khayal

Tak sadar jika berwujud pasti
Akan tampak menjemukan
Buruk rupa, busuk dan bau

Aku tertawa,
Melihat manusia bahagia
Sedangkan dia terpisah
Dari tempat yang Menyenangkan

Maka tengoklah ke sana
Sebuah buku tua tergeletak
Terbuka selembar demi selembar
Memberi kisah masa lalu

Maka inilah kisahku
Coretan tanpa titik

Selasa, 29 Maret 2016

0 Syekh Siti Jenar

Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Lemah Brit.

Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.

Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.

Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. KesultananMalaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.

Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.

Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.

Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yang pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:

1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.

Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.

Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.

Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.

KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:

1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….

2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.

3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.

4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“

5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama. Tidak bisa diterima akal sehat.”

Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]

Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yang berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati-hati jangan mau kita diadu dengan sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam
Alfatihah..

Sumber ID line Islam Nusantara, http://line.me/ti/p/%40hfg6367z

Rabu, 23 Maret 2016

0 KEWAJIBAN TAKLID (BERMADHZAB)


         اِحْتِياَ طاً فيِ أَخْذِ الدِّ يْنِ فَلاَ يَأْخُذُ عَنْ غَيْرِ أَهْلِهِ .
“maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui” ( al – Anbiyaa 7). Berhati-hati dalam mengambil sumber agama, jangan mengambil dari yang bukan ahlinya.

عَنِ ابْنِ سِيْرِ يْنَ : هَذَا الْعِلْمُ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ.
Dari Ibnu Sirin : ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ مَرْفُوعًا : اَلْعِلْمُ دِيْنٌ وَالصَّلاَةُ دِيْنٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ هَذَالْعِلْمَ، وَكَيْفَ تُصَلُّوْنَ هَذِهِ الصَّلاَةَ فَإِنَّكُمْ تُسْئَلُونَ يَوْمَ الْقِيَمَةِ. فَلاَ تَرْوَهُ إِلاَّعَمَّنْ تَحَقَّقَتْ أَهْلِيَّتُهُ بِأَنْ يَكُوْنَ مِنَ الْعُدُوْلِ الثِّقَاتِ الْمُتْقِنِيْنَ.
Dari Ibnu Umar dengan hadis marfu’, “ ilmu itu bagian dari agama, Shalat itu bagian agama, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil ilmu ini. Perhatikanlah bagaimana kalian melaksanakan shalat, sungguh kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya pada hari kiamat. Oleh karena itu, jangan mengambil riwayat kecuali dari orang-orang yang benar-benar ahli, yaitu orang yang adil (tidak banyak berbuat dosa), bisa dipercaya, kuat hafalannya, dan ahli dalam bidangnya.
عَن ابْنِ الدَّرْدَاءْ : إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي اَلْأَ ئِمَّةُ اْلمُضِلُّوْنَ.

Dari Ibnu Darda, “sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah munculnya pemimpin-pemimpin yang menyesatkan”.

قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : يَدُاللهِ مَعَ الْجَمَا ئَةِ مَنْ شَدَّ شَدَّ إَلَى النَّارْ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ. زَاذَ ابْنُ مَاجَةْ : فَإِذَا وَقَعَ الْاِخْتِلاَفُ فَعَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمْ مَعَ الْحَقِّ وَأهْلِهِ. وَأَكْثَرُهُمْ عَلَى الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ {السَّوَادِالْأعْظَمْ} فَكَانَ الْإِمَامُ الْبُخَارِيُّ شافِعِيًّا وَكَذَلِكَ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالنَسَا ئِيِّ وَالمُحَاسِبِيِّ.

Rasulullah Saw bersabda : “kekuatan Allah bersama jama’ah (persatuan), barangsiapa berpisah dari jama’ah maka akan menuju ke neraka.” (HR Tirmidzi). Imam Ibnu Majah menambahkan, ketika terjadi perbedaan, maka berpeganglah kepada golongan mayoritas, yang memegang kebenaran dan ahli dalam hal itu. Kebanyakan mereka bermadzhab empat (golongan mayoritas). Imam Bukhori itu bermadzhab Syafi’i begitu juga Ibnu Khuzaimah, an-Nasa’i dan al-Muhasibi.   

M. Ridwan Zein
Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudlatul Ulum ( Ikamaru Jakarta)

Kamis, 18 Februari 2016

0 Doa Untuk Mayit Pasti Sampai

Al-Imam An-Nawawi didalam kitab Al-Adzkar halaman 278 menjelaskan perbedaan ulama mengenai hal ini. Adapun pendapat beliau sendiri adalah bahwa pahala bacaan Al-quran itu sampai kepada mayit.

واختلف العلماء في وصول ثواب قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل. وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل، والاختيار أن يقول القارىء بعد فراغه: "اللهم أوصل ثواب ما قرأته إلى فلان، والله أعلم. ( الأذكار, ص : 278

Terjemah : para ulama berbeda pendapat mengenai sampainya pahala bacaan alquran. Yang masyhur dari imam syafiiy adalah tidak sampai. Adapun imam ahmad bin hanbal dan beberapa ulama syafiiyah mengatakan sampai pahalanya. Maka pendapat yang terpilih sebaiknya seorang yang membaca alquran hendaknya membaca doa “ya Allah sampaikanlah pahala bacaan ini kepada fulan”.

kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab juga beliau jelaskan sebagai berikut :

والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها. ( المجموع, ج : 15, ص : 522

Terjemah : pendapat pilihan kami adalah sampainya pahala bacaan jika seseorang meminta kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya. Karena ini termasuk doa. Dan doa itu termasuk perkara yang disepakati kebolehannya dan si mayit mendapatkan manfaat dari doa tersebut.

Al-Imam Asy-Syafiiy menganjurkan seseorang untuk membaca Al-quran disisi mayit. Hal ini disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Riyadhus Sholihin halaman 295 :

باب الدعاء للميت بعد دفنه والقعود عند قبره ساعة للدعاء له والاستغفار والقراءة

قال الشافعي رحمه الله: ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن، وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا. رياض الصالحين, ص : 295

Terjemah : bab doa untuk si mayit dan duduk di kuburan untuk berdoa dan memohonkan ampun dan bacaan. Imam syafiiy berkata “ dan dianjurkan untuk membacakan alquran di sisi mayit, jika sampai khatam maka itu lebih baik”.

Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori dan Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan bahwa maksud dari kalam nya Al-Imam Asy-Syafiiy bahwa bacaan Al-quran itu tidak sampai adalah jika tidak diniatkan atau tidak dibacakan dihadapan si mayit, penjelasan Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshori di dalam kitab Fathul Wahhab juz 2 halaman 23 :

أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض. ( فتح الوهاب, ج : 2, ص : 23

Terjemah : adapun pahala bacaan maka menurut imam nawawi sampai pahalanya. Adapun yang masyhur dari imam syafiiy tidak sampai pahalanya. Maksudnya adalah jika tidak dibacakan di dekat si mayit atau tidak diniatkan pahalanya. Tapi jika diniatkan maka pahalanya sampai.

Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan di dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro juz 2 halaman 27 :

وكلام الشافعي – رضي الله عنه – هذا تأييد للمتأخرين في حملهم مشهور المذهب على ما إذا لم يكن بحضرة الميت أو لم يدع عقيبه. ( الفتاوى الفقهية الكبرى لابن حجر الهيتمي, ج : 2, ص : 27

Terjemah : perkataan imam syafiiy maksudnya adalah jika alquran itu tidak dibaca dihadapan si mayit dan tidak berdoa setelahnya.

Berikut ini perkataan Al-Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab :

والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها. ( المجموع, ج : 15, ص : 522

Terjemah : pendapat pilihan kami adalah sampainya pahala bacaan jika seseorang meminta kepada Allah untuk menyampaikan pahalanya. Karena ini termasuk doa. Dan doa itu termasuk perkara yang disepakati kebolehannya dan si mayit mendapatkan manfaat dari doa tersebut.

Minggu, 14 Februari 2016

Jumat, 01 Januari 2016

0 Mari... Datanglah

Mari... Kemari
Datang... Datanglah
Mari kemari datanglah siapapun dirimu
Pengelana, Peragu, dan Pecinta

Mari... Kemari datanglah
Tak penting kau percaya atau tidak
Mari... Kemari... Datanglah
Kami bukanlah caravan yang patah hati
atau pintu-pintu dari ke-putus asa-an

Mari kemari datanglah
Meski kau telah jatuh ribuan kali
Meski kau telah patahkan ribuan janji
Mari... Kemari
Datang... Datanglah sekali lagi

(Imam Mawlana Jalaludin Rumi. Ra )

 

JEJAK SANG MUSAFIR Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates