Kamis, 28 Juni 2012

0 Biografi Singkat Syaikh Yasin Al-Fadany


Ulama Makkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya terukir dengan Tinta Emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau bergelar “Almusnid Dunya” (ulama ahli Musnad dunia). Karena keahlian dalam hal ilmu periwayatan Hadist ini, maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari Beliau. Bahkan Al alamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyullah dari Tarim, Hadromaut sangat mengagumi keilmuan Syaikh Yasin Al-Fadany hingga menyebut Syaikh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi.”

Nama lengkapnya Abu Al-Faidh 'Alamuddin Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadany, lahir di Makkah tahun 1916. Sejak kecil Syaikh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa, bahkan menginjak usia remaja Syaikh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqh dan bahkan para Gurunya pun sangat mengaguminya. Syech Yasin mulai belajar dengan ayahnya Syaikh Muhammad Isa, dilanjutkan ke As-Shautiyyah. Guru-gurunya antara lain Syaikh Mukhtar Utsman, Syaikh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa.

Sekitar tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut Nasionalisme, direktur As-Shautiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal asia tenggara terutama dari Indonesia maka Syaikh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Makkah. Banyak dari pelajar As-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan. Syaikh Yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Makkah , disamping itu Syaikh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil Haram . Materi-materi yang disampaikan Oleh Syaikh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal asia tenggara. Syaikh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering berdekatan dengan para ulama-ulama terkemuka sehingga Beliau memiliki sanad yang luar biasa banyaknya.

Dan yang sangat menarik dari sosok Syaikh Yasin Al-Fadany adalah kesederhanaannya, walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dengan memakai kaos oblong dan sarung Syaikh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap sisha (rokok arab). Tak ada seorangpun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syaikh Yasin. Dan jika musim haji tiba Syaikh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung kerumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syaikh Yasin. Namun biarpun lewat dari Musim haji Rumah Syaikh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.

Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga islam, pondok pesantren baik itu di Makkah maupun di asia tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistimatis serta isinya yang padat menjadikan karya Syaikh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber referensi. Diantaranya

-Fathul ‘allam Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram

-Ad-Durr al madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud

-Nail al ma’mul Hasyiah ‘ala lubb al ushul Fiqh

-Al Fawaid al janiyah ‘ala Qawaidhul fiqihiyyah

dan masih banyak karya beliau lainnya.

Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama hadits bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Qumary menjuluki Syaikh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain (Makkah dan Madinah).

Doktor Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al imam Baijury a’la jawahirut tauhid yang ditahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat Ijazah sanad dari Syech Yasin Al Fadani.

Syaikh M Zainuddin sewaktu mengajar Di madrasah As-Shautiyyah mengalami kesulitan dan memaksa dirinya membolak balik berbagai kitab-kitab yang relevan, namun setelah terbitnya Kitab Qowaidul Fiqh karya Syaikh Yasin Al-Fadany menjadi ringanlah segala bentuk kesulitan-kesulitan yang biasa ia alami waktu mengajar.

Syaikh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya, tak sedikit dari para ulama-ulama yang bertemu Syaikh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadits. Dan kejadian yang menarik adalah sewaktu Syaikh Yasin berkunjung ke Indonesia banyak dari para ulama dari berbagai daerah di indonesia berbondong-bondong menemui Syaikh Yasin untuk dianggap murid, salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH Syafi'i datang menemui Syaikh Yasin Al-Fadany untuk diangkat sebagai murid namun Syaikh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain, namun Syaikh Yasin menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi murid KH Syafi'i Hadzami. Syaikh Yasin menilai bahwa Kedalaman ilmu yang dimiliki KH Syafi’i hadzami tak diragukan lagi. KH Syafi’i hadzami begitu terkenal namanya Di Makkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu.

Begitulah sosok Syaikh Yasin al-Fadany yang sangat menghargai para ahli ilmu. Dan pernah salah seorang murid Syaikh Yasin Al-Fadany, KH Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar beliau mendapat sepucuk surat dari Syaikh Yasin Al-Fadany, begitu membuka isi surat tersebut ternyata adalah jawaban dari kesulitan yang dihadapinya. KH Abdul Hamid pun heran bagaimana Syaikh Yasin bisa tahu kesulitan yang sedang beliau hadapi?.

Pernah juga salah seorang murid Syaikh Yasin di makkah menceritakan bahwa dirinya diperintahkan Syaikh Yasin untuk dibuatkan teh, setelah teh tersebut diminum dirinya pergi ke Masjidil Haram dan terasa tidak percaya bahwa dirinya melihat Syaikh Yasin sedang membawa kitab sehabis mengajar dari masjidil Haram padahal baru tadi Syaikh yasin minum teh dirumahnya.

Syaikh Yasin Al-Fadany tampil sebagai sosok ulama yang mampu mencetak murid-murid yang sangat mencintai ilmu, diantara murid beliau adalah Syaikh Muhammad Ismail Zaini Al-Yamany, Syaikh Muhammad Muhktaruddin, Habib Hamid Al-Kaff, KH.Ahmad damhuri (Banten), KH. Abdul Hamid (Jakarta), KH. Ahmad Muhajirin (Bekasi), KH. Zayadi Muhajir, KH. Syafi’i Hadzami dan masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syaikh Yasin Al-Fadany. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memiliki ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Makkah maupun di dunia sebut saja Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantany (Banten), Syaikh Yasin Al-Fadany (Padang), Syaikh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan), Syaikh Muhammad Zainuddin al-Fancury (Lombok) dan lain-lain.

Tahun 1990 Syaikh Yasin al-Fadany dipanggil mengahadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadits yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Dan kebesaran Allah ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut. Begitu jenazah dimasukkan ke liang lahat bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian yang harum dan menyegarkan. Subhanallah Ya Allah jadikan para ulama-ulama Indonesia saat ini menjadi ulama-ulama yang istiqomah, yang berjuang mensyiarkan agama Allah dengan penuh keikhlasan seperti ulama-ulama terdahulu yang telah Engkau Rahmati, Aamiin.

Jumat, 22 Juni 2012

0 Profil Syekh Nawawi Al-Bantany


Syekh Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, adalah salah satu ulama Indonesia yang terkenal di dunia, lahir di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Serang, Banten, 1815. Sejak umur 15 tahun pergi ke Makkah dan tinggal di sana tepatnya daerah Syi’ab Ali, hingga wafatnya 1897, dan dimakamkan di Ma’la. Ketenaran beliau di Makkah membuatnya di juluki Sayyidul Ulama Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz). Tanah Hijaz adalah nama daerah yang sejak 1925 diubah namanya menjadi Saudi Arabia (setelah Keluarga Saud mengkudeta Khalifah Syarif Husein).

Diantara ulama Indonesia yang sempat belajar ke Beliau adalah Syaikhona Khalil Bangkalan dan Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kitab-kitab karangan beliau banyak sekali diterbitkan di Mesir. Seringkali beliau dengan ikhlasnya hanya mengirimkan manuscript naskahnya dan setelah itu tidak mempedulikan lagi bagaimana penerbit menyebarluaskan hasil karyanya, termasuk hak cipta dan royaltinya. Selanjutnya kitab-kitab beliau itu menjadi bagian dari kurikulum pendidikan agama di seluruh pesantren di Indonesia, bahkan Malaysia, Filipina, Thailand, dan juga negara-negara di Timur Tengah. Begitu produktifnya beliau dalam menyusun kitab (semuanya dalam bahasa Arab) hingga orang menjulukinya sebagai Imam Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama adalah yang membuat Syarah Shahih Muslim, Majmu’ Syarh Muhadzdzab, Riyadlush Shalihin, dll. Namun demikian panggilan beliau adalah Syekh Nawawi bukan Imam Nawawi.

Jumlah kitab beliau yang terkenal dan banyak dipelajari ada sekitar 22 kitab. Beliau pernah membuat tafsir Al-Qur’an berjudul Mirah Labid yang berhasil membahas dengan rinci setiap ayat suci Al-Qur’an. Buku beliau tentang etika berumah tangga, berjudul Uqudul Lijain (diterjemahkan ke Bhs Ind) telah menjadi bacaan wajib para mempelai yang akan segera menikah. Kitab Nihayatuz Zain sangat tuntas membahas berbagai masalah fiqih (syariat Islam). Sebuah kitab kecil tentang syariat Islam yang berjudul Sullam (Habib Abdullah bin Husein bin Tahir Ba’alawi), diberinya Syarah (penjelasan rinci) dg judul baru Mirqatus Su’udit Tashdiq. Salah satu karya beliau dalam hal kitab hadits adalah Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith (Imam Suyuthi). Kitab Hadits lain yang sangat terkenal adalah Nashaihul Ibad, yang beberapa tahun yang lalu dibahas secara bergantian oleh Alm. KH Mudzakkir Ma’ruf dan KH Masrikhan (dari Masjid Jami Mojokerto) dan disiarkan berbagai radio swasta di Jawa Timur. Kitab itu adalah syarah dari kitabnya Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani.

Diantara karomah beliau adalah, saat menulis syarah kitab Bidayatul Hidayah (by Imam Ghozali), lampu minyak beliau padam, padahal saat itu sedang dalam perjalanan dengan sekedup onta (di jalanpun tetep menulis, tidak seperti kita, melamun atau tidur). Beliau berdoa, bila kitab ini dianggap penting dan bermanfaat buat kaum muslimin, mohon kepada Allah SWT memberikan sinar agar bisa melanjutkan menulis. Tiba2 jempol kaki beliau mengeluarkan api, bersinar terang, dan beliau meneruskan menulis syarah itu hingga selesai. Dan bekas api di jempol tadi membekas, hingga saat Pemerintah Hijaz memanggil beliau untuk dijadikan tentara (karena badan beliau tegap), ternyata beliau ditolak, karena adanya bekas api di jempol tadi.

Karomah yg lain, nampak saat beberapa tahun setelah beliau wafat, makamnya akan dibongkar oleh pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya dan liang lahadnya akan ditumpuki jenazah lain (sebagaimana lazim di Ma’la). Saat itulah para petugas mengurungkan niatnya, sebab jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun dikubur. Karena itu, bila pergi ke Makkah, Insya Allah kita akan bisa menemukan makam beliau di Pemakaman Umum Ma’la. Banyak juga kaum Muslimin yang mengunjungi rumah bekas peninggalan beliau di Serang, Banten.

Dikutip dari beberapa sumber.

Kamis, 21 Juni 2012

0 Puasa Sya'ban

Seorang muslimah asal indonesia yang sudah menjadi warga negara jerman bertanya pada saya tentang puasa Rajab dan Sya'ban. berhubung bulan Rajab sudah lewat sehari yang lalu, maka disini saya mencoba untuk memasukkan jawaban saya tentang puasa bulan Sya'ban, berikut tulisan saya yang saya jelaskan via inbox facebook pada beliau.

"Tentang ibadah di bulan sya'ban, memang nabi banyak sekali melakukan puasa sunnah di bulan sya'ban dan lebih banyak daripada di bulan-bulan lainnya, hanya saja tidak dijelaskan dengan detail berapa lama dan dimulai dari kapan puasa Sya'ban dilakukan.

Muncul pertanyaan, apakah boleh puasa Sya'ban 1 bulan penuh?, mungkin saya katakan boleh-boleh saja karena tidak ada nash yang mengharamkan ataupun melarang, jadi boleh-boleh saja, tapi disini ada perbedaan pendapat mengenai berpuasa setengah bulan di bulan Sya'ban (paruh bulan kedua setelah tanggal 15 Sya'ban)

Ada yang memakruhkan dan ada yang tidak. Perbedaan ini terjadi dikarenakan adanya 2 hadits yang berbeda. Kelompok yang memakruhkan menggunakan hadits: "Tiada puasa setelah separuh dari Sya'ban hingga masuk Ramadhan."

Sementara yang tidak memakruhkan berdasarkan pada beberapa hadits (di antaranya):
Diriwayatkan dari Umi Salamah: "Saya tak pernah melihat Rasulullah puasa dua bulan berturut-turut kecuali di bulan Sya'ban dan Ramadhan." Dalam redaksi lain: "Tidak pernah Rasulullah melakukan puasa sunnah sebulan penuh kecuali di bulan Sya'ban." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah). Dan dalam redaksinya Ibnu Majah: "Nabi pernah puasa (penuh) di bulan Sya'ban dan Ramadan."

Tapi ada juga sebagian ulama yang mengatakan hadits yang membolehkan puasa paruh bulan Sya'ban (setelah tanggal 15) adalah do'if, karena ada hadits lain lagi yang melarang puasa sehari-dua hari sebelum Ramadhan. Ini tujuannya untuk menghindari hari "syak"/ragu (hari yang mendekati Ramadhan, belum diketahui dengan jelas kapan akhir Sya'ban dan awal Ramadhan).

Maka, kembali pada pertanyaan semula, apakah boleh puasa sunnah 1 bulan penuh di bulan Sya'ban? jawabannya boleh-boleh saja, meskipun ada yang melarang puasa 2 atau 1 hari sebelum masuk bulan Ramadhan adalah dilarang karena ada keraguan dalam menentukan bulan tapi karena saat ini sudah modern sehingga posisi bulan sudah bisa diketahui maka tidak apa-apa disempurnakan 1 bulan, tapi jika menganggap biar aman jadi "lbh baik puasa gak sampe 1 bulan aja deh, cuma sampe tgl 27 atau 28 Sya'ban aja" itu pun tidak apa-apa, karena ini hanya puasa sunnah, wallahu a'lam."

Senin, 18 Juni 2012

0 Atsar

Sayyidina Mu’adz bin Jabal berkata: “Tolaklah bisikan buruk di hatimu, kalau tidak maka ia akan menjadi gagasan. Tolaklah gagasan yang ada, kalau tidak maka ia akan menjadi kemauan. Tolaklah kemauan yang ada, kalau tidak maka ia akan menjadi tekad. Kalau anda tidak mampu menolaknya maka ia akan melahirkan pekerjaan. Jika anda tidak cepat-cepat menggantikannya dengan kebaikan maka akan menjadi kebiasaan, selanjutnya sulitlah bagi anda untuk menanggalkannya”

Minggu, 17 Juni 2012

0 Nabi Muhammad SAW Di Mata Mufti Mesir

Dr. Ali Jum’ah al-Syafi’i adalah Mufti resmi Republik Arab Mesir. Beliau bermazhab Syafi’i dalam fikih dan menganut faham Asy’ariyah dalam akidah. Beliau juga mengajar ushul fiqh di universitas al-Azhar dan masih rutin memberikan pengajian fikih dan tasawuf di berbagai masjid dan majelis ta’lim. Di bawah ini beberapa tanya jawab umat bersama Dr. Ali Jum’ah seputar kedudukan Rasulullah Saw. Diterjemah secara singkat dari buku “al-Bayan Lima Yusyghil al-Adzhan” cetakan al-Muqattham Kairo Mesir.
Apakah Saidina Muhammad Saw. adalah ciptaan Allah yang paling mulia nasabnya? Apa dalilnya?
Saidina Muhammad Saw. adalah manusia teragung sebagaimana sabdanya “Aku adalah penghulu seluruh manusia, dan akupun tidak bangga“. Bahkan beliau adalah ciptaan Tuhan yang paling agung. Beliau lebih mulia dari Arsyi. Dari itu, tidaklah layak jika dimuliakan seseorang (meskipun seorang nabi) atau makhluk apapun di atas kemuliaan beliau dalam hal apapun.
Garis keturunan yang mulia adalah keutamaan terpenting yang dimiliki beliau. Allah Swt. telah memuji garis keturunan beliau dalam ayat “Dan perpindahanmu di antara orang-orang yang sujud“. Saidina Ibnu Abbas Ra. menafsirkan ayat tersebut dengan perkataannya: “Dan perpindahan beliau dari (tulang rusuk) nabi ke nabi, dari Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, sampai akhirnya lahir menjadi seorang nabi terunggul”. Maka Rasulullah Saw. adalah nabi tersuci nasabnya secara mutlak.
Dalam sebuah hadits dikatakan: “Allah telah memilih Nabi Isma’il dari keturunan Nabi Ibrahim, lalu Allah memilih Bani Kinanah dari Keturunan Nabi Isma’il, kemudian Allah memilih Quraish dari keturunan Bani Kinanah, lalu Allah memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraish, dan akhirnya Allah memilihku dari keturunan Bani Hasyim“.
Apakah benar Allah Swt. menciptakan semua ciptaan-Nya karena / demi Rasulullah Saw.?
Ungkapan-ungkapan seperti itu harus difahami dengan benar dan jangan semudahnya menuduh kafir, fasiq, sesat dan bid’ah. Ini kaidah yang harus dipegang oleh umat Islam ketika mendengar ungkapan apapun dari saudara-saudara mereka yang seagama. Contohnya, seseorang beragama kristen ketika mengungkap bahwa Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati, maka jangan cepat menuduh syirik kepada orang muslim yang senada dengan orang kristen tersebut, sebab orang kristen meyakini bahwa Nabi Isa memiliki kekuatan yang tulen tanpa sumber, sementara orang muslim meyakini bahwa kekuatan itu murni dari Allah dan berlandaskan restu Allah Swt.
Keyakinan sebagian umat Islam bahwa penciptaan Allah Swt. terjadi hanya karena / demi Rasulullah Saw. sama sekali tidak mengandung nilai syirik. Dimanakah letak kekufuran itu apabila seseorang meyakini bahwa Allah menciptakan suatu ciptaan karena seseorang? Keyakinan tersebut sama sekali tidak kontra dengan Islam, prinsip-prinsip akidah maupun dasar-dasar tauhid. Keyakinan tersebut sungguh benar apabila difahami dengan benar pula.
Allah berfirman: “Sungguh Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaKu“. Nah, pengabdian tersebut tak dapat direalisasikan kecuali melalui Rasulullah Saw. Maka Rasulullah merupakan satu-satunya rujukan bagi umat manusia.
Apakah Rasulullah adalah cahaya? ataukah manusia seperti kita?
Rasulullah adalah cahaya, itu benar. Karena Allah berfirman: “Wahai ahli kitab, telah datang kepadamu cahaya dan kitab yang menerangkan“. Allah juga berfirman: “Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izinNya dan untuk jadi cahaya yang menerangi“. Jadi, tidak salah bila meyakini beliau sebagai cahaya selama Allah sendiri yang menyatakannya. Dalam banyak hadits juga akan ditemukan para sahabat mengatakan bahwa wajah Rasulullah seperti bulan, dan kecahayaan tersebut bersifat fisikis dan bukan sekedar pujian gombal saja dari para sahabat.
Namun, di waktu yang sama, kita tidak boleh menafikan kemanusiaan Rasulullah Saw. karena Allah juga berfirman “Katakanlah: Aku manusia seperti kalian, akan tetapi aku diwahyukan“. Mari kita yakini saja beliau sebagai cahaya berbentuk manusia, tanpa harus melakukan penelitian secara detail. Sungguh, Rasulullah Saw. lebih terang dari bulan dan lebih mulia dari semua ciptaan.
Apakah Rasulullah Saw. adalah awal ciptaan Allah Swt.?
Meskipun hadits yang menyatakan hal tersebut tidak shahih atau maudhu’, namun substansinya bisa saja benar, sebab alam-alam Allah begitu banyak seperti alam ghaib, alam roh, alam jin, alam mala’ikat, alam malakut, alam mulk, alam syahadah, dll. Disana terdapat cahaya-cahaya ciptaan Allah. Mungkin-mungkin saja Rasulullah Saw. adalah cahaya Allah yang pertama kali diciptakan sebagai penguat umat manusia di alam roh.
Apa urgensi cinta Ahlul-Bait? Dan apa batasan-batasannya?
Allah Swt. berfirman: “Katakanlah hai Muhammad: Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluargaku“. Dalam banyak hadits, Rasulullah Saw. telah memerintahkan dan mewasiatkan kita untuk mencintai dan berpegang teguh kepada Ahlul-Bait, sebagai tanda cinta kepada Allah dan RasulNya. Selama akidah kita tetap benar maka tidak ada batasan dalam mencintai dan mengekspresikan cinta kita kepada Ahlul-Bait. Kita semua yakin bahwa tiada tuhan selain Allah dan Saidina Muhammad adalah utusan Allah. Semua nabi adalah ma’shum, sementara Ahlul-Bait dan para wali adalah mahfuz.
Apa hukum merayakan / mempringati maulid Nabi?
Perayaan / peringatan maulid Rasulullah Saw. adalah sebaik-baik perbuatan dan semulia-mulia pendekatan kepada Allah Swt. karena merupakan ekspresi cinta kepada Rasulullah Saw. dimana cinta Rasul adalah pokok utama sebuah keimanan.
Sudah banyak ulama’ dan fuqaha’ yang menulis tentang dianjurkannya perayaan maulid dengan mencantumkan argumen-argumen yang kuat semisal Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Syamsuddin al-Dimasyqi, Imam Ibnul-Jauzi, Imam al-Bushairi, dll.
Apakah kedua orangtua Rasul adalah musyrik dan di neraka?
Tidak, karena mereka adalah ahli fatrah yang belum didatangi seorang rasul. Juga karena Rasulullah adalah manusia suci yang lahir dari orang-orang suci. Adapun hadits-hadits yang secara tekstual dan kasat mata menyatakan bahwa kedua orangtua Rasul di neraka, harus difahami dengan benar. Contohnya, hadits yang menjelaskan bahwa Allah tidak mengizinkan Rasulullah beristighfar untuk ibunya, tidaklah selalu bermakna ibunya syirik dan di neraka, sebab Allah masih mengizinkan Rasulullah untuk menziarahi kuburan ibnunya, sementara kuburan orang-orang musyrik tidak boleh diziarahi.
Apakah boleh bertawassul dengan Rasulullah Saw. dalam do’a selepas beliau wafat?
Mazhab empat sudah ijma’ bahwa tawassul dengan Rasul hukumnya ja’iz bahkan mustahab, baik sewaktu beliau masih di dunia maupun setelah meninggal dunia.
Apakah Rasulullah Saw. masih hidup dalam kuburnya? Dan apa pengaruh kehidupan itu bagi kita yang masih di dunia?
Meskipun beliau telah meninggal dunia, namun hubungan beliau dengan kita belum terputus dan beliau masih punya kehidupan lain di alam yang berbeda. Rasulullah Saw. bersabda: “Kehidupanku penting bagimu dan kematianku juga penting bagimu, sebab perbuatanmu akan dilaporkan kepadaku, jika perbuatanmu baik maka aku bersyukur, dan jika buruk maka untukmu aku beristighfar“.
Dalam hadits lain: “Para nabi masih hidup dalam kubur-kubur mereka dan masih melakukan sembahyang“. Dalam hadits lain: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad-jasad para nabi“. Jadi, Rasulullah dalam maqam beliau di Madinah, masih hidup dengan jasad dan rohnya sekalian, dan masih beribadah serta memberi syafaat dan beristighfar untuk umat. Hal ini tanpa menafikan bahwa beliau telah meninggal dunia.

Rabu, 13 Juni 2012

0 Kerajaan Hati


Ketahuilah, seperti dikatakan dalam sebuah pepatah terkenal, hati bagaikan sebuah kota, kedua tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh lainnya sebagai lahannya, kekuatan syahwat sebagai walinya, amarah sebagai transportasinya, hati sebagai rajanya dan akal sebagai menterinya.

Raja bertugas mengatur keseluruhan sistem agar kondisi kerajaan tetap stabil, karena sang walikota atau syahwat adalah pembohong, acuh tak acuh dan ambigu. Demikian pula transportasinya yaitu amarah teramat jahat, pembunuh dan perusak.

Jika sejenak saja sang raja meninggalkan mereka dalam kondisi itu, mereka akan menguasai kota dan merusaknya. Maka sang raja wajib berkonsultasi pada sang menteri dan menjadikan sang wali dan bagian transportasi dibawah pengawasan sang menteri. Jika ia melakukan hal itu, maka kondisi kerajaan akan tetap stabil dan kota akan berkembang.

Hati juga berkonsultasi pada akal dan menjadikan koalisi syahwat-amarah dibawah kekuasaannya sampai kondisi jiwa menjadi stabil dan bisa mengantarkan pada sebab-sebab kebahagiaan, yaitu mengetahui hadirat ilahi. Seandainya akal diposisikan dibawah kekuasaan amarah dan syahwat, maka jiwanya akan rusak dan hatinya tidak akan bahagia di dunia bahkan nanti di akhirat kelak. (dikutip dari, Anatomi Kebahagiaan; Samudera Pemikiran Al-Ghozali)

Senin, 11 Juni 2012

0 Sang Pedang Allah


“Semakin hari umat Islam semakin tertekan oleh jajahan Amerika dan Israel. Kita harus membangun dan menegakkan khilafah Islamiyah demi kejayaan Islam. Kalau tidak, maka kita sama saja seperti mereka yang memsuhuhi Islam. Undang-Undang Allah yang paling adil dan benar. Itu sudah harga mati”.

“Jangan hanya sibuk merayakan maulid, dzikir berjamaah di sekitar makam. Sibuk memuji dan mengagungkan para wali yang sudah mati. Sadarlah, kita harus bertindak lebih obyektif dan realistis agar Islam tidak semakin bodoh di mata dunia”.

“Lihat para sahabat dulu, mereka tidak sibuk bermabuk cinta dengan memuji Nabi setinggi langit, atau bertabarruk dengan Nabi dan mengkultuskannya sebagaimana yang dilakukan orang-orang tarekat pada mursyid-mursyid mereka. Melainkan para sahabat giat berperang dan berjuang melawan musuh-musuh Allah demi kejayaan Islam dan kemajuan umatnya. Mereka tidak hanyut dalam khurafat dan tahyulnya kaum sufi yang saat ini merajalela”.

Ceramah di atas sangat efektif membangkitkan semangat orang-orang Islam yang berhati sakit dan berakal bodoh. Sedangkan orang Islam yang berhati sehat dan berakal pintar, ia pasti sadar bahwa mabuk cinta sufi lah kunci kejayaan sesungguhnya, dan ia sama sekali tidak tertipu oleh bermacam retorika.

Dulu, Saidina Khalid bin al-Walid Ra. yang dikenal sebagai pedang Allah yang sangat tajam, selalu menang dalam setiap peperangan melawan orang-orang kafir. Setiap kali beliau menjadi komandan maka tentara Islam pasti kuat dan menang. Strategi beliau luar biasa hingga dipatuhi semua instruksi dan perintahnya.

Di suatu peperangan, tepatnya di tengah-tengah sengitnya perang Yarmuk, Saidina Khalid bin al-Walid selaku komandan sibuk mencari sorban beliau yang hilang, dan memerintahkan para tentara untuk membantu beliau dalam mencari sorban tersebut. Setelah ditemukannya, para tentara heran dan bertanya-tanya, mengapa sorban sekuno dan semurah itu sempat dicari-cari sang komandan di tengah-tengah peperangan?. Sang pedang Allah akhirnya menjelaskan: “Dulu, ketika Rasulullah Saw. memotong rambut beliau selepas melaksanakan umroh, para sahabat memeperebutkan rambut beliau, dan aku alhamdulillah berhasil mendapatkan sehalai rambut ubun-ubun beliau, dan aku meletakkannya dalam sorbanku ini. Nah, sorban yang mengandung sehelai rambut mulia inilah rahasia kemenangan kita dalam setiap peperangan”.

Kenyataan di atas dikisahkan oleh al-Hakim, al-Haitsami, at-Thabrani, al-Baihaqi, Abu Ya’la, dan banyak imam-imam hadits lainnya.

Pertanyaan kita adalah, bukankah itu yang namanya mabuk cinta, hingga memperebutkan dan memelihara sehelai rambut saja?. Bukankah itu yang namanya tabarruk dengan hamba mulia?. Dan bukankah hal itu yang menjadi kunci kemenangan Islam dan umatnya?. Ataukah Saidina Khalid hanya ingin berkhurafat dan bertahyul saja?.

0 Mazhab Perusak Tasawuf Klasik


Dalam sebuah kitab klasik yang dijuluki Kifayatul Mu’taqid wa Nikayatul Muntaqid karya Syaikh Abu Muhammad Abdullah al-Yafi’i, terbitan Mushthafa al-Halabi Mesir cetakan pertama tahun 1961 halaman 303, penulis menemukan sebuah wasiat yang unik dan antik. Bunyinya kurang lebih sebagai berikut :

“Ketahuilah bahwa mazhab perusak (sebuah golongan kecil dalam sufi-sufi kuno) bertujuan menampakkan keburukan dan menyembunyikan kemuliaan. Mazhab ini banyak alirannya dan banyak pula tokokh-tokohnya. Mereka (para pemuka dan penganut mazhab ini) senantiasa melakukan hal-hal yang nyaris mengundang prasangka buruk agar mereka dibenci orang-orang sekitar dan dituduh yang bukan-bukan.

Mereka tidak pernah bergembira atas pujian orang, tidak pula bersedih atas cacian para penentang. Semua itu dilakukan semata-mata untuk menggapai tingkat keikhlasan yang sesempurna mungkin, serta membebaskan hati nurani dari syirik terkecil sekalipun, yang mana sukar dihindari kecuali oleh wali-wali papan atas. Mereka tidak perduli bila dikatakan kafir oleh orang-orang, selagi di sisi Tuhan mereka adalah orang-orang yang benar.

Di anatara mereka ada yang tampak tidak pernah melakukan shalat dan puasa, padahal sebenarnya mereka melakukannya dengan baik dan benar di ruang-ruang yang jauh dari pandangan manusia.

Di antara mereka juga ada yang tampak tidur dan kencing di tempat-tempat pembuangan sampah, padahal sebenarnya mereka tidak tidur dan tidak kencing, melainkan mereka shalat subuh dengan wudhu shalat isya’.

Di antara mereka juga ada yang sengaja menunampakkan auratnya. Ada pula yang suka memaki orang dengan kata-kata kasar dan kotor. Ada juga yang gemar main kuda-kudaan dengan tongkatnya sendiri. Ada pula yang makan dihadapan para raja dengan cara yang jorok. Ada juga yang mengoleksi barang-barang murahan. Ada pula yang sengaja membuat curiga agar dianggap pencuri. Semua itu hanya demi keselamatan hati dari ujub, riya’, takabbur, dan saudara-saudaranya”.

Pada halaman berikutnya diterangkan bahwa, dalam disiplin fikih, sesuatu yang haram boleh saja dilakukan dalam kondisi terpaksa, seperti mengkonsumsi yang najis atau haram untuk tujuan pengobatan. Nah, apabila mengobati badan yang sakit saja boleh dengan sesuatu yang terlarang, mengapa mengobati hati sebagai pusat makrifat dan cahaya tidak boleh dengan sesuatu yang kurang menawan?. Dan tidak dapat disamakan antara penyakit badan dengan penyakit hati. Penyakit badan masih mengandung kasih sayang dan pahala, sedangkan penyakit hati sepenuhnya dosa dan malapetaka.

Karena yang panas ditawar dengan yang dingin, dan yang dingin ditawar dengan yang panas, maka demikianlah penyakit riya’ karena pujian dapat ditawar dengan tawadhu’ karena makian.

Akan tetapi meski demikian kaidahnya, para senior mazhab ini sepakat bahwa meraih tujuan mulia itu sama sekali tidak boleh diupayakan melalui perbuatan-perbuatan haram apalagi dosa-dosa besar. Kalau hanya perbuatan-perbuatan makruh atau dosa-dosa kecil, maka tidak masalah.

Setelah membaca wasiat Syaikh Abdullah al-Yafi’i tersebut, penulis hanya menyimpulkan, bukan merusak lah yang diharapkan, akan tetapi negative thinking itulah yang wajib dibuang. Kalau seseorang sudah terbiasa negative thinking dan mencampuri urusan privasi hamba Allah dengan Tuhannya, maka ia akan mudah mengkafirkan dan mensyirikkan saudara seagamanya. Kalau sudah mengkafirkan saudara seagama, maka ia telah kafir mendahuluinya. Dan kalau yang dikafirkan adalah seorang wali Allah, entah apa lagi yang akan menimpanya!. Sebuah pesan suci yang tak terlupakan selalu mengingatkan kita, bahwa Allah telah menyembunyikan tiga dalam tiga.

0 HUKUM MENYENTUH MUSHAF TANPA WUDHU


Syariat telah menjadikan wudhu sebagai pengangkat hadats agar bisa menunaikan shalat fardhu dan sunnat, sujud tilawah, sujud syukur (menurut dari sebagian para imam), thawaf entah itu fardhu maupun sunnat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Thawaf mengitari Ka’bah adalah seperti shalat, yang membedakannya adalah dibolehkan berbicara didalamnya, dan barang siapa diantara kalian berbicara maka hendaklah bicara yang baik saja”. (H.R. Tirmidzi dengan sanad yang shohih dan juga telah diriwayatkan oleh Hakim, dan telah dishohihkan oleh Allamah Al-Albani dalam Shohihul Jami’).

Maka wudhu adalah hal yang wajib untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan tersebut, dan tidak diperbolehkan bagi yang tidak berwudhu untuk mengerjakannya, seperti juga dalam hal menyentuh mushaf (qur’an) karena untuk menyentuhnya harus yang memiliki wudhu, entah untuk menyentuhnya sekaligus ataupun hanya sebagian saja ataupun juga hanya seayat saja.

Berikut pembahasan terperinci mengenai menyentuh mushaf tanpa wudhu sesuai dengan pendapat para imam mazhab:

Malikiah: diperbolehkan menyentuh mushaf seluruhnya atau sebagiannya dengan syarat sebagai berikut:
1. Tertulis dengan tidak menggunakan bahasa arab, adapun jika tertulis dengan menggunakan bahasa arab maka tidak boleh menyentuhnya dengan keadaan apapun, walaupun tertulis dengan khot Kufiy atau Maghribiy atau selainnya.
2. Menjadi ukiran dalam mata uang, entah itu dalam dinar, dirham atau selainnya (yang menjadi alat untuk bermuamalah).
3. Diperbolehkan memegang qur’an seluruhnya atau sebagiannya untuk menyelamatkan (terjatuh dilantai atau dimana saja) tanpa memiliki wudhu. Sebagian dari para Malikiah mengatakan diperbolehkan memegangnya apabila qur’an itu hanya sebagian saja dan jika sempurna qur’an tersebut maka dilarang. Dan syarat memegangnya ada dua: 1. hendaknya orang yang memegang qur’an adalah muslim, 2. hendaknya qur’an tersebut tertutupi (terbungkusi) agar tidak ternodai dari segala macam kotoran.
4. Yang menyentuhnya atau yang memegangnya adalah seorang guru atau murid, dan tidak ada perbedaan apakah mereka itu sudah mukallaf atau belum, begitu juga wanita yang haidh dan yang selain itu.

Maka, bagi Malikiah selain dari empat syarat tadi, orang yang tidak memiliki wudhu tidak diperbolehkan untuk menyentuh atu memegang qur’an, entah itu menggunakan sampul ataupun tidak. Begitu juga tidak diperbolehkan memegang sesuatu yang diatasnya ada qur’an (bantal, kursi, kotak, dll). Dan apabila qur’an tersebut dicampurkan dengan barang-barang lain dan dimasukkan dalam satu tempat (kardus) maka diperbolehkan untuk memegang tempat tersebut. Adapun membaca qur’an tanpa memegangnya diperbolehkan bagi orang yang tidak memiliki wudhu akan tetapi lebih afdhol agar memiliki wudhu.

Hanabilah(mazhab Hanbali): apabila orang yang menyentuh qur’an atau yang membawanya dan tidak memiliki wudhu maka hendaknya qur’an tersebut diberikan bungkus (diletakkan dalam kantong, sapu tangan, dll), atau diletakkan dalam kotak, atau diletakkan dalam suatu tempat yang tempet tersebut mudah untuk dipindah-pindahkan (semisal didalam rumah, qur’an tersebut diletakkan didalam lemari, sehingga mudah saja qur’an diletakkan dimana tempat entah itu disengaja untuk menyentuhnya ataupun tidak), maka dalam keadaan tersebut dibolehkan untuk memegang qur’an tanpa memiliki wudhu. Diperbolehkan juga tanpa wudhu memegang qur’an untuk menyelamatkan dengan syarat menjadikan sesuatu dari yang bersih dan suci sebagai pelindungnya dari hal-hal yang kotor dan najis. Anak yang belum mukallaf (belum baligh) tidak diwajibkan berwudhu untuk menyentuh atau memegang qur’an, akan tetapi diwajibkan atas walinya (orang tua) untuk memerintahkannya untuk berwudhu sebelum menyentuh, memegang, atau membawa qur’an.

Hanafiah: diperbolehkan menyentuh qur’an seluruhnya atau sebagiannya atau tulisannya dengan syarat sebagai berikut:
1. Dalam keadaan darurat, seperti apabila qur’an terjatuh kedalam air dan akan tenggelam atau akan terbakar, maka dibolehkan untuk memegang qur’an untuk menyelamatkan walaupun tanpa wudhu.
2. Hendaknya qur’an tersebut terbungkusi (diletakkan dalam kantong, dll).
3. Yang menyentuhnya adalah orang yang belum baligh dengan tujuan untuk mempelajari qur’an . Adapun orang sudah baligh dan orang yang haidh, entah sebagai guru ataupun murid tidak diperbolehkan memegang qur’an.
4. Muslim, maka tidak diperbolehkan bagi selain muslim untuk memegang qur’an. Menurut pendapat Muhammad (pengikut mazhab Hanafi) : dibolehkan selain muslim memegang qur’an apabila telah mandi terlebih dahulu, adapun jika selain muslim menghafal dari qur’an tidak dilarang. Sehingga apabila tidak sesuai dengan syarat ini (poin no.1 s/d 4) maka tidak dibolehkan bagi orang yang tidak suci dan tidak berwudhu untuk menyentuh qur’an ( dengan menggunakan anggota tubuh manapun). Adapun membaca qur’an tanpa mushaf maka dibolehkan bagi orang yang tidak memiliki wudhu, dan diharamkan bagi orang yang junub dan haidh, akan tetapi mustahab (digalakkan sekali) untuk berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca qur’an.

Makruh menyentuh tafsir tanpa wudhu, adapun selainnya dalam bentuk kitab fiqh, hadits dan lain sebagainya dibolehkan tanpa wudhu karena hal ini masuk dalam hal Rukhsoh (peringanan).

Syafi’iyah: dibolehkan orang yang tidak wudhu menyentuh, membawa seluruh qur’an atau sebagiannya dengan syarat sebagai berikut:
1. Membawanya hirzan (menjaga).
2. Tertulis (terukir) dalam dirham, dinar atau junaih.
3. Qur’an tersebut tertulis dalam buku-buku pelajaran.
Adapun tafsir dibolehkan menyentuhnya tanpa wudhu dengan syarat tafsir lebih banyak daripada qur’an, dan jika qur’an lebih banyak daripada tafsir maka tidak boleh menyentuhnya apabila tidak memiliki wudhu.
4. Ayat qur’an tertulis dalam pakaian, seperti contoh pakaian yang diletakkan pada ka’bah (kiswah untuk ka’bah).
5. Memegangnya untuk mempelajarinya, maka dibolehkan bagi walinya agar membiarkan untuk memegangnya dan membawanya untuk belajar walaupun telah dihafalnya. Apabila tidak sesuai dengan syarat-syarat diatas (no.1 s/d 5) maka diharamkan untuk menyentuh qur’an, walaupun hanya satu ayat saja.

Sabtu, 09 Juni 2012

0 UNTUKMU BUNDA


Takan pernah habis aksara kueja,
Ungkapkan rasa cinta padamu bunda,
Walau tak mampu kulukiskan sempurnamu,
Namun,inilah segala isi hatiku kuurai tentangmu..

Bunda..
Kau setia ada kala suka duka melanda,
Hadir menghibur saat kuhadapi udzur,
Memberi obat hati penerang diri,
Meracik jamu pencerah kalbu..

Bunda..
Aku bangga dengan segala mengertimu,
Semua keikhlasanmu kau tunjukan,
Sejak kau menyusuiku hingga kini,
Tak henti kau manjakan aku dengan kasihmu..

Bunda..
Kuingin kelak ada penggantimu,
Hadir disini temani kebersamaan kita,
Berbagi rasa hingga jasadku renta,
Selamanya tak ada cela dan dusta..

Bunda..
Air mata ini menetes bukan karena aku lemah,
Isak tangis memecah bukan tanda kecengengan,
Namun aku bahagia tiada umpama,
Dianugrahi ibunda setegar dirimu..

Bunda..
Aku bahagia kala engkau tersenyum lepas,
Tanpa beban kau suguhkan perlahan,
Walau yang kuberi tak cukup membahagiakan,
Namun kuingin senyum indahmu tak kau hentikan..

By: @ervy_vitasari. (Penulis adalah aktifis #IndonesiaTanpaJIL dan pegiat FLP)

Selasa, 05 Juni 2012

0 Kisah Cinta Yang Menyakitkan


Mereka telah saling mengenal sejak bersekolah dan telah menjadi sahabat yang baik. Mereka berbagi semua hal dan menghabiskan banyak waktu bersama sampai mereka lulus dari sekolah.

Tetapi hubungan mereka tidak berkembang namun hanyalah sebatas teman saja. Anggap saja namanya Siti, dia menyimpan rahasia, kekagumannya dan cintanya kepada Imam (nama samaran). Dia memiliki alasan tersendiri untuk menyimpan hal itu sendiri.

Takut! ya takut, takut akan penolakan, takut jika Imam tidak merasakan hal yang sama, takut kalau Imam tidak menerimanya sebagai temannya lagi, takut kehilangan seseorang yang dia merasa nyaman jika bersamanya. Setidaknya jika dia tetap menjaga perasaannya, dia mungkin masih bisa bersama Imam dan dengan harapan, bahwa Imamlah yang akan mengatakan bagaimana perasaannya kepada Siti.

Waktu terus berlalu dan sekolah pun telah bubar. Imam dan Siti pergi kearah yang berlainan. Imam melanjutkan studinya ke luar negri, sedangkan Siti mendapatkan pekerjaan. Mereka tetap saling berhubungan dengan surat, saling mengirim foto masing-masing dan saling mengirim hadiah. Siti merindukan Imam akan kembali, Dia telah memutuskan bahwa dia memiliki kekuatan untuk mengatakan kepada Imam bagaimana perasaan cintanya jika Imam kembali.

Dan tiba-tiba, surat dari Imam terhenti. Siti pun menulis surat kepadanya namun tetap tidak ada jawaban.

Dimana dia? Apa yang terjadi padanya? Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak Siti. Dua tahun berlalu dan Siti tetap berharap bahwa Imam akan kembali atau setidaknya mengiriminya surat. Dan doanya terkabul.

Dia menerima surat dari Imam yang mengatakan, “Aku punya kejutan untukmu. Temui aku di bandara pukul 7 malam. Aku tidak kuat untuk menemuimu lagi. Cinta dan ciummu, Imam.”

Siti berbunga-bunga. Cinta dan cium, berarti banyak bagi seorang wanita yang belum merasakan cinta sebelumnya. Dian begitu gembira atas kata-kata itu.

Ketika harinya telah tiba, Siti menunggunya dengan cemas. Dia memakai pakaian yang terbaiknya dan berusaha terlihat secantik mungkin. Dia mencari Imam kesana kemari tetapi tidak dilihatnya Imam. Kemudian datang seorang wanita dengan pakaian ketat berwarna biru yang seksi.

Dia begitu perhatian melihat siti, “Hai! Aku anggie, temannya Imam. Kamu Siti?” tanyanya. Siti menganggukkan kepala. “Maaf aku punya kabar buruk bagimu. Imam tidak datang. Dia tidak akan datang lagi,” kata wanita itu, sambil meletakkan tangannya di pundak Siti.

Terasa lemas. Siti tidak dapat mempercayai begitu saja apa yang sudah dia dengar. Apa yang terjadi? Siti bingung. Dia amat khawatir sekali dan wajahnya menjadi pucat. “Dimana Imam? Katakan padaku.” Siti memohon kepada wanita itu.

Si wanita melihat dengan cermat ke Siti dan dia menepuk pundak Siti dan mengatakan, “ALAMAK SITI, INI EIKE IMAM, APA EIKE TERLIHAT CANTIK SEKARANG? AIH…AIH… YEY NGGAK BISA NGENALIN EIKE LAGI YAH??? IIIH… SEBEL DEH…

Dan akhirnya Siti pun langsung pingsan.

Minggu, 03 Juni 2012

0 Fatamorgana


entah apa yang kau raih
fatamorgana kau anggap air
kedustaan congkak di atas singgasana

ketertipuanmu tanda kebodohan
kau kira batu takkan mati?
tertawalah, mungkin kau takkan
merasakannya lagi

kau takkan mungkin bisa
meraih naungan itu,
gunung pun tak mampu
menahan rasa malumu

tangismu,
hanya menjadi bahan gelak tawa
penantianmu beribu tahun
dalam kesengsaraan

by: ibnusabil06 (Nasr City)

Jumat, 01 Juni 2012

0 Wanita Cantik Sekali di Multazam (Oleh : A. Mustofa Bisri)


Di tengah-tengah himpitan daging-daging doa
di pelataran rumahmu yang agung
aku mengalirkan diri dan ratapku
hingga terantuk pada dinding mustajab-Mu
menumpahkan luap pinta di dadaku

Ku baca segala yang bisa ku baca
dalam berbagai bahasa runduk hamba dari tahlil ke tasbih,
dari tasbih ke tahmid, dari tahmid ke takbir,
dari takbir ke istighfar, dari istighfar ke syukur,
dari syukur ke khauf, dari khauf ke raja, dari raja ke khauf
raja khauf
khauf raja
raja khauf
khauf raja
sampai tawakkal

Tiba-tiba sebelum benar-benar fana melela dari arah Multazam
seorang wanita cantik sekali
masya Allah tabarakAllah !
Allah, apa amalku jika kurnia
apa dosaku jika coba ?

Allah, putih kulitnya dalam putih kerudungnya
Indah sekali alisnya
Indah sekali matanya
Indah sekali hidungnya
Indah sekali bibirnya
Dalam indah wajahMu

Allahku, ku nikmati keindahan dalam keindahan
Di atas keindahan di bawah keindahan
Di kanan-kiri keindahan
Di tengah-tengah keindahan yang indah sekali

Allahku, inilah kerapuhanku ! tak kutanyakan kenapa
Engkau bertanya bukan ditanya kenapa
Tapi apa jawabku ?—ampunilah aku—tanyalah jua yang ku punya kini :
Allah mukallafkah aku dalam keindahanMu ?

(Masjidil Haram 1979)
 

JEJAK SANG MUSAFIR Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates